Atasi Konflik Satwa dengan Manusia
Komisi II DPR Aceh Bahas Qanun Perlindungan Satwa Liar

Banda Aceh | Rapat pembahasan Qanun Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), tentang perlindungan satwa liar, dimulai, Rabu, 17 April 2018 di Gedung DPR Aceh, Jalan Tgk Daud Bre-eh, Banda Aceh.
Rapat perdana itu menghadirkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh seperti Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), World Wild Life Fond (WWF), Flora Fuana Indonesia (FFI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Jaringan Komunitas Masyarakat Adat Aceh (JKMA), Koalisi NGO HAM, dan berbagai unsur lainnya, di ruang Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRA, Banda Aceh.
Ketua Komisi II, DPR Aceh Nurzahri, yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan mengatakan. “Pembahasan qanun ini untuk berupaya serta mencarikan solusi dan membendung permasalahan penanganan satwa liar di Aceh. Tujuannya agar ada penanganan secara jelas terhadap konflik antara manusia dengan satwa yang selama ini terjadi di Aceh,” ungkapnya saat ditemui di ruang rapat.
Dia menambahkan, adanya qanun ini bisa memberikan dampak bermanfaat bagi ekonomi masyarakat. Misal, Hutan Kota di Langsa, yang disertai hutan manggrove. Masyarakat bisa meningkatkan ekonominya dengan berjualan di seputaran hutan.
“Ini target kita supaya potensi yang ada di Aceh mampu memberikan manfaat kesejahteraan secara ekonomi kepada masyarakat,” tuturnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh, Saminuddin mengatakan. Ini merupakan langkah awal untuk mengantisipasi persoalan yang ada dengan menggandeng berbagai pihak dalam menangani masalah satwa liar yang sering turun ke pemukiman warga.
Sambungnya, bukan hanya faktor kerusakan habitat, tapi juga ada faktor lain, yang membuat satwa liar turun ke kawasan penduduk seperti gajah, karena mencari makanan yang tersedia, tutupnya.***
Komentar